Selamat membaca
Catatan Perkembangan Posyandu
semoga bermanfaat amiin...

Pengunjung

Catatan Perkembangan Posyandu

" Sabisa-bisa Kudu Bisa" Posyandu Jawa Barat Pasti Bisa

"Anak adalah orang tua di masa depan. Demi masa depan perhatikan gizi yang baik ”.

Catatan Perkembangan Posyandu

Posyandu adalah singkatan dari Pos Pelayanan Terpadu, dikatakan Pos karena hanya merupakan suatu tempat yang aktifitas kegiatannya tidak dilaksanakan tiap hari, melainkan dilaksanakan tiap satu bulan sekali, sedangkan dikatakan Pelayanan karena pada pos ini hanya ada pelayanan yang dilakukan oleh pemberi pelayanan dan mereka yang dilayani dalam bentuk pelayanan gizi dan kesehatan, Sedangkan Terpadu maksudnya adalah Pelayanan gizi dan Kesehatan yang ada terdiri dari beberapa pelayanan yaitu  :
  1. Pelayanan Pemantauan Pertumbuhan Berat Badan Balita
  2. Pelayanan Imunisasi
  3. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak. Pelayanan Ibu berupa pelayanan ANC (Antenatal Care), kunjungan pasca persalianan (Nifas) sementara Pelayanan Anak berupa Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Balita dengan maksud menemukan secara dini kelainan-kelainan pada balita dan melakukan intervensi segera.
  4. Pecegahahan dan Penanggulangan diare
  5. Dan Pelayanan Kesehatan lainnya misalnya KB
Asal mula posyandu ini dimulai dari pengembangan Pos Penimbangan Berat-Badan Balita atau Pos UPGK (Usaha Perbaikan Gizi Keluarga).  Atau Gabungan dari  beberapa pos, KB yang duluan terbentuk, menyusul Pos KIA, Kegiatan PKK dan lain-lainnya. Pada Pos Penimbangan Balita ada ada lima kegiatan atau aktifitas, atau biasa dikenal dengan sistem pelayanan 5 meja.  yaitu
  • Meja Pertama disebut meja pendaftaran
  • Meja kdua disebut meja penimbangan balita
  • Meja Ke tiga adalah meja pengisian KMS
  • Meja Keempat adalah Penyuluhan Kesehatan
  • Meja Ke lima adalah Meja pemberian paket pertolongan gizi
Pada tanggal 29 Juni 1983 terbentuklah Posyandu melalui surat keputusan bersama antara Kepala BKKBN, (dr. Haryono Suyono dengan Menteri Kesehatan RI dr. Soewardjono Soerjaningrat dalam bidang keterpaduan bidang Kesehatan dan KB
Indikator pelayanan di Posyandu atau di Pos Penimbangan Balita menggunakan indiktor-indikator SKDN dimana
  1. S adalah jumlah seluruh balita yang ada dalam wilayah kerja posyandu
  2. K adalah jumlah Balita yang ada di wilayah kerja posyandu yang mempunyai KMS (Kartu Menujuh Sehat)
  3. D adalah Jumlah Balita yang datang di posyandu atau dikunjungan rumah dan menimbang berat badannya
  4. Dan N adalah jumlah balita yang ditimbang bebrat badannya mengalami peningkatan bebrat badan dibanding bulannya sebelumnya.
Biasanya setelah melakukan kegiatan di posyandu atau di pos penimbangan petugas kesehatan dan kader Posyandu (Petugas sukarela) melakukan analisis SKDN. Analisisnya terdiri dari
  1. Tingkat partisipasi masyarakat dalam penimbangan balita yaitu jumlah balita yang ditimbang dibagi dengan jumlah balita yang ada diwilayah kerja posyandu atau  dengan menggunakan rumus (D/S x 100%), hasilnya minimal harus capai 80 % apabila dibawah 80 % maka dikatakan partisipasi mayarakat untuk kegiatan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan berat badan sangatlah rendah. Hal ini akan berakibat pada balita tidak akan terpantau oleh petugas kesehatan ataupun kader posyandu dan memungkinkan balita ini tidak diketahui pertumbuhan berat badannya atau pola pertumbuhan berat badannya.
  2. Tingkat Liputan Program  yaitu Jumlah balita yang mempunyai KMS dibagi dengan Jumlah seluruh balita yang ada di wilayah Posyandu atau dengan menggunakan rumus (K/S x 100%), hasil yang ducapai harus 100 %. Alasannya balita-balita yang telah mempunyai KMS (Kartu Menujuh Sehat ) telah mempunyai alat instrumen untuk memantau berat badannya dan data pelayanan kesehatan lainnya, Apabila tidak digunakan atau tidak dapat KMS maka pada dasarnya program Posyandu tersebut mempunyai liputan yang sangat rendah atau biasa juga dikatakan  balita yang seharusnya  mempunyai KMS karena memang  mereka (Balita) masih dalam fase pertumbuhan ini telah kehilangan kesempatan untuk mendapat pelayanan sebagaimana yang terdapat dalam KMS tersebut. Khusus  untuk Tingkat Kehilangan Kesempatan ini menggunakan rumus {(S-K)/S x 100%) yaitu jumlah balita yang ada diwilayah posyandu dikurangi jumlah balita yang mempunyai KMS, hasilnya dibagi dengan jumlah balita yang ada, semakin tinggi presentase kehilangan kesempatan maka semakin rendah kemauan orang tua balita untuk dapat memanfaatkan KMS. Padahal KSM sangat baik untuk memantau pertumbuhan Berat Badan Balita atau juga Pola Pertumbuhan Berat Badan Balita.
  3. Indikator-indikator lainnya adalah (N/D x 100%) yaitu jumlah balita yang Naik Berat Badannya di bandingkan dengan jumlah seluruh balita yang ditimbang. Sebaiknya semua balita yang ditimbang harus memgalami peningkatan berat-badannya.
  4. Indikator lainnya dalam SKDN adalah  Indikator  Drop Out  yaitu balita yang sudah mempunyai KMS dan pernah datang menimbang berat badannya tetapi kemudian tidak pernah datang lagi di posyandu untuk selalu mendapatkan pelayanan kesehatan rumusnya  yaitu jumlah balita yang telah mendapat KMS dibagi  dengan Jumlah Balita ditimbang hasilnya dibagi dengan Balita yang punya KMS atau rumusnya adalah  (K-D)/K x 100%.
Dari kesemua indikator tersebut diatas. Indikator yang paling sederhana di posyandu adalah ANAK SEHAT BERTAMBAH UMUR BERTAMBAH BERAT BADAN.  Dan ini juga adalah yang menjadi ikon dari keberadaan posyandu (pos penimbangan), sekaligus juga berlaku sebagai output untuk semua kegiatan di posyandu. Contoh salah salah satu kegiatan posyandu adalah pencegahan dan penanggulangan diare. Dimana penjelasannya adalah anak diare akan terjadi dehidrasi, kemudian terjadi penurunan berat badan sebaliknya agar anak tidak diare maka anak tidak akan dehidrasi, anak akan sehat  yang ditandai dengan terjadi peningkatan berat badan.  Contoh lainnya KB. Penjelasannya keluarga dengan dua anak pengaturan, pola asuh  dan distrbusi makan akan merata artinya cukup untuk memenuhi kebutuhannya, tentunya  anak tersebut akan sehat yang ditandai dengan bertambah umur bertambah berat badan, coba sebaliknya 3-4 anak yang jaraknya  hanya satu tahun, pola asuh dan distribusi makanan akan tidak teratur, anak akan tumbuh dengan tidak sehat, pertambahan berat badannya tentunya akan terganggu kadang-kadang naik, kadang turun dan kadang tetap. Demikian juga dengan imunisasi, KIA, dan lainnya kesemuanya mempunyai output  anak sehat bertambah umur bertambah berat badan.

Selanjutnya Dalam perkembangannya posyandu atau pos penimbangan mengalami pasang surut, Pada masa orde baru perkembangan posyandu mengalami peningkatan jumlah maupun mutu pelayanan, sampai-sampai beberapa negara sahabat menjadikan posyandu sebagai contoh di negaranya. Namun di Era Reformasi posyandu ini mengalami penurunan jumlah dan juga mutu pelayanan, sehingga beberapa masalah kesehatan yang dulunya dapat dittanggulangi di tingkat posyandu sekarang sudah mulai lagi bermunculan. Bahkan beberapa kebijakan pemerintah daerah dengan pelayanan kesehatan gratis dan juga pemerintah pusat dengan pelayanan kesehatan keluarga miskin, kemudian diback up dengan peningkatan peran posyandu seakan tidak bermakna untuk mencegah beberapa penyakit yang dapat ditanggulangi di posyandu tersebut. Misalnya saja Diare yang kadang pada saat tertentu mengalami peningkatan kasus kesakitan dan juga kematian bahkan terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa).

Salah satu hal yang sangat menggembirahkan adalah beberapa posyandu secara tersirat dikelola sebagai Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM),  dan menujukkan perkembangan yang sangat mengagumkan. Kenyataan ini memang beralasan karena pemerintah sebenarnya telah menjadikan Posyandu sebagai UKBM yaitu singkatan dari Usaha Kesehatan Berbasis Masyarakat, namun dalam perkembangannya petugas kesehatan di masyarakat tidak mempunyai kemampuan untuk mengembangkannya, alasannya kebutuhan dan keinginan masyarakat dengan petugas kesehatan kadang tidak sejalan dalam mengembangkan posyandu, Karena UKBM ini pada dasarnya mirip-mirip dengan kegiatan LSM ( Lembaga Swadaya Masyarakat) dengan Kelompok Swadaya Masyarakatnya. Jadi tepatnya UKBM ini dapat dijadikan KSM Bidang Kesehatan.

Pertanyaannya adalah mungkinkah ini dapat dikembangkan secara nyata ? semuanya tergantung dari bagaimana pemerintah dapat berkerja sama dengan LSM. Karena jujur saja bahwa Pemerintah dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat tidak semua dapat dilakukan untuk itu dibutuhkan lembaga non pemerintah untuk dapat menangani kegiatan-kegiatan yang tidak mampu dilakukan oleh pemerintah.

Perbedaan yang mendasar pada KSM dan UKBM adalah pada KSM perkembangan keberhasilannya bukan saja dilihat dari capaian kuantitatif   dan tetapi juga diliat dari kualitatif. Pada Capaian kuantitatif  yang dilihat adalah  tahapan perkembangan  mulai dari pratama, madya, purnama dan mandiri  yang setiap tahapannya  dilihat dari hasil cakupan (presentase layanan) tahapan ini merupakan kinerja dari petugas posyandu (kesehatan maupun kader). Sementara capaian kualitatif  dilihat dari tahapan konsolidasi, Pengembangan dan Kemandirian yaitu  pengorganisasian,  Administrasi, Pelaksanaan Kegiatan, Pengembangan permodaalam atau Keuangan,  Jaringan Kerja  yang terbangun dan lain-lain. Tahapan kualitatif ini belum mampu dilakukan oleh petugas kesehatan. Pada UKBM perkembangan keberhasilannya hanya dilihat dari capaian kuantitatifnya saja yaitu dengan tahapan-tahapan posyandu pratama, madya, purnama dan mandiri, yang semua dilihat cakupan presentase layanannya seperti  capaian SKDN diatas .

KSM Posyandu

Pengalaman penulis dalam melakukan pemberdayaan masyarakat melalui kelompok swadaya masyarakat (KSM) dan diintegrasikan dengan kegiatan posyandu, ada lima aspek yang harus diperhatikan untuk dapat melihat perkembangan posyandu dari sudut pandang KSM. Kelima aspek yang penulis sebutkan diatas  adalah Aspek organisasi, Administrasi, Kegiatan, permodalan dan jaringan kerja.
  1. Aspek orgnisasi yang lihat adalah  peta lokasi atau wilayah kerja,  nama organisasi,  struktur organisasi, daftar pengurus dan anggota, hak dan kewajiban anggota dan fungsi AD/ART
  2. Aspek administrasi yang dilihat adalah rumusan AD/ART,  buku-buku administrasi, pencatatan dan pelaporan serta berbagai administrasi yang lainnya.
  3. Aspek Kegiatan meliputi kegiatan posyandu termasuk kegiatan khususnya, rapat pengurus, rapat anggota, penyuluhan dan bimbingan, pengelolaan usaha bersama / usaha produktif,  kaderisasi dan beberapa kegiatan lainnya yang dilaksankan   harian, bulan atau triwulan maupun tahunan.
  4. Aspek permodalan meliputi : simpanan pokok, simpanan wajib, simpanan sukarela dan simpanan lainnya
  5. Aspek Jaringan kerja : mengundang rapat, mengirim laporan, konsultasi  teknis dan non tehnis serta mitra kerja
Kalau kelima aspek ini jika dijalankan  dengan baik rutin dan konsisten  sesuai dengan tahapan (konsolidasi, pengembangan dan kemandirian) maka kemandirian posyandu dapat diwujudkan. Kemandirian memang  konsep ideal untuk suatu lembaga yang dapat  dilihat dari tiga fungsi yakni
  1. fungsi intelektual yang menekankan pada  berusaha untuk lepas dari ketergantungan,
  2. ekonomi  lebih ditekankan pada sumber dana sendiri.
  3. dan jaringan sosial lebi ditekankan pada mitra dan jaringan kerja.
Ketiga fungsi ini  akan mengarahkan posyandu  kepada kelompok swadaya masyarakat (KSM) yang dapat berfungsi  sebagai sosial ekonomi produktif, dilakukan secara partisipatif  melibatkan semua komponen yang ada pada KSM.
Yang terpenting adalah Posyandu ini bukan miliknya pemerintah dalam hal ini kesehatan, tetapi miliknya masyarakat. Jadi memang !? perlu diakui bahwa perkembangan posyandu di era reformasi ini  agar lebih maju, dapat diarahkan kepada  posyandu yang berswadaya masyarakat.  Pemerintah dalam hal ini kesehatan  dapat bertindak  sebagai mitra atau selama ini memang hanya bertindak sebagai mitra kerja, karena kesehatan selalu saja mengatakan bahwa posyandu itu milik masyarakat.

sumber : http://arali2008.wordpress.com

0 komentar

Silahkan Beri Komentar Saudara...

Entri Populer

Template Oleh trikmudahseo