Bandung - Sebagai upaya
meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat, pemerintah provinsi akan
bekerja sama dengan sekitar 30 ribu perawat se-Jawa Barat. Dalam kerja
sama ini, perawat akan terjun ke masyarakat, dengan menjadi pendamping
para kader Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Wacana ini disampaikan
Netty Heryawan, dalam audiensi dengan Persatuan Perawat Nasional
Indonesia (PPNI) Jawa Barat, di Gedung Pakuan (25/1). Menurut Netty,
secara teknis, program ini akan berjalan bersama program revitalisasi
Posyanduyang telah berjalan di bawah lingkup program Pembinaan
Kesejahteraan Keluarga (PKK). "Kita akan buat peta sebaran perawat itu
ada di mana saja. Nah, di situlah kita akan mencoba membuat posyandu
binaan, atau posyandu asuhan. Nantinya, ada perawat-perawat yang ikut
mendampingi dalam proses penyelengaraan kegiatan posyandu," papar Netty.
Rupanya, program ini sejalan dengan misi
perawat yang tergabung dalam PPNI. Hal ini disampaikan Ketua PPNI Mamat
Lukman, "Teknologi basis hospital (rumah sakit) harus sampai ke tatanan
keluarga. Misalnya, keluarga harus tahu cara merawat luka. Jadi, PKK
bisa membantu men-share hal ini."
Upaya ini patut diapresiasi, mengingat
penyebaran tenaga medis di Jawa Barat belum merata. Hal ini diungkapkan
Melati, Kepala Instalasi Hemodialisa Rumah Sakit Advent Bandung. Menurut
Melati, Jawa Barat butuh pengorganisiran tenaga medis, supaya seluruh
masyarakat mendapat bantuan atau perhatian tenaga medis.
Jika program ini berjalan, Netty
memperkirakan akan terjadi kesinambungan kerja, mulai pemerintah
provinsi, sampai ke tataran keluarga, untuk meningkatkan kualitas
kesehatan masyarakat. Pada akhirnya, peningkatan kualitas kesehatan akan
berefek positif pada peningkatan sumber daya manusia (SDM).
Pada Juni 2012, penduduk Jawa Barat
berjumlah sekitar 44 juta jiwa. Angka ini 5 kali lebih besar
dibandingkan penduduk Jakarta yang 'hanya' 9 juta jiwa. Netty
menambahkan, besarnya SDM Jawa Barat semestinya menjadi aset dan modal
pembangunan sosial. Namun, hal ini bisa terganjal dengan kualitas
kesehatan SDM yang buruk.
Netty memaparkan, melalui program
kerjasama perawat dan Posyandu ini, masyarakat bisa lebih ngeh dengan
masalah kesehatan. Salah satu cara untuk mencapai hal ini, Netty
berharap perawat bisa melakukan pendekatan per usia atau per fase.
Contoh pendekatan per usia, perawat bisa berkomunikasi dengan 'klien'
sesuai dengan usianya. Adapun contoh untuk pendekatan per fase, perawat
berkomunikasi dengan 'klien' yang akan menikah, sejak dia berencana
menikah, menikah, hingga melahirkan. Pesan komunikasi yang disampaikan
adalah seputar informasi kesehatan yang wajib diketahui atau
dilaksanakan saat itu.
Inisiatif ini tidak datang serta-merta,
menurut Netty. Salah satu pencetusnya adalah pengalaman Netty saat
menjemput 14 gadis korban trafficking ke Batam, Kepri. Seluruh korban
adalah warga Jawa Barat yang usianya di bawah umur. "Dari 14 itu, satu
orang hamil, satu lagi menggendong bayi, dan satu lagi positif HIV
(Human Immunodeficiency Virus—red)," ujar Ketua TP PKK Jawa Barat ini.
Dengan adanya pengetahuan kesehatan yang mantap, menurut Netty, hal
semacam di atas bisa dihindari. "Masyarakat akan tahu, ada teknis
kesehatan yang harus dilakukan sebelum menikah," tambah Netty.
Menyikapi fenomena masyarakat yang masih
apatis terhadap kesehatan ini, jajaran perawat yang terhimpun dalam
IPPNI menyatakan siap membantu terealisasinya program ini. Suci Tuti
Putri, dosen D3 Keperawatan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI),
setuju dengan ide ini dan siap bekerja sama dengan kader posyandu.
"Perawat memang harus terjun ke masyarakat, karena perawat merupakan
tenaga medis terbesar di Indonesia. Jadi kalau perawat terjun ke
masyarakat, itu (peningkatan kualitas kesehatan—red) bisa berlangsung
efektif," ujarnya.
Hal yang sama disampaikan Oo, tenaga
medis dari Garut. Menurut Oo, tugas perawat lebih ke caring atau
perawatan, alih-alih pengobatan. Oleh karena itu, perawat tidak
memanggil orang yang dia rawat dengan sebutan 'pasien', tapi 'klien'.
"Hal ini terjadi karena perawat tidak hanya berhadapan dengan orang
sakit, tetapi juga orang sehat," paparnya.
Dengan demikian, wacana yang dilontarkan
Netty sejalan dengan idealisme keperawatan itu sendiri. Kesehatan
merupakan kebutuhan mendasar manusia, karena itu sudah menjadi kewajiban
pemerintah dan tenaga medis untuk mengakomodasi hal ini. "Ketika kita
(pemerintah dan perawat—red) mendampingi masyarakat, itu bukan karena
kebutuhan mereka saja, tapi juga kebutuhan kita. Tuhan menilai ibadah
tidak hanya secara vertikal, tetapi juga horizontal (sosial)," pungkas
Netty.
sumber : ahmadheryawan.com
0 komentar
Silahkan Beri Komentar Saudara...